Selasa, 25 Agustus 2009

Dengan Berpuasa : Menjadi Lebih Arif dalam Makan

Banyak manfaat dari kegiatan berpuasa. Selain membasuh rohani, diharapkan membangun kembali pola dan cara makan yang lebih arif. Sel-sel tubuh kita sudah dikotori oleh cemaran menu harian, jajanan, serta minuman yang tidak tepat. Saatnya merenungkan ulang apa yang di mata medis pantas kita konsumsi.

Pak Jom, 59 tahun, seorang pengusaha, setiap memasuki kegiatan berpuasa merasa sedang menempuh kembali percobaan diri pribadi ihwal makan. Ia pernah membaca bahwa dengan lebih sedikit porsi makan, semakin berpeluang besar untuk memiliki umur lebih panjang. Bahwa dengan memilih cara makan vegetarian (vegan), menambah bugar sel-sel tubuh. Bahwa pilihan menu yang cenderung berasal dari bahan alami dan bukan bahan olahan, juga menambah sehat sel-sel tubuh, selain menyimpan harapan bakal berumur panjang pula.

Pak Jom sadar bahwa tubuhnya sudah begitu lama tercemar oleh menu harian yang tidak seluruhnya menyehatkan. Hasil dari beberapa kali utuh menempuh kegiatan berpuasa, telah menambah keyakinannya bahwa apa dan bagaimana kita makan ikut membantu merawat sekujur sel tubuh.

Ia merasa bertambah bugar saban kali usai berpuasa. Bukan berpuasa biasa, melainkan berpuasa dengan akal sehat juga.

Pak Jom benar. Pernyataan medis yang dikutipnya tidak salah. Orang modern sudah terjebak dalam pola dan gaya makan serta pilihan menu yang tidak sehat, juga tidak aman bagi tubuh. Apa yang kita makan, biografi gizi sepanjang hidup, menjadi seperti itulah nasib tubuh kita yang kita lihat sekarang.

Bersihkan Sel

Kita ibaratkan sel tubuh itu dapur yang mengolah semua zat gizi bagi kebutuhan tubuh. Kondisi dapur itu sudah kacau, kotor, dan tidak lagi mampu menyiapkan hidangan yang tubuh butuhkan setiap hari (konsep Orthomolecular Medicine).

Selain sel kekurangan bahan baku yang diperlukan untuk memenuhi seluruh zat gizi yang tubuh perlukan, sel juga sudah tercemari berbagai jenis zat dan bahan berbahaya. Dalam kondisi demikian, sel-sel tubuh kita tidak sehat lagi.

Seperti itu kondisi tubuh rata-rata orang modern, yang memilih gaya hidup perkotaan yang kebarat-baratan (westernizes), termasuk orang papa di pinggiran kota yang ikut menerima imbas gaya hidup perkotaan. Orang papa pinggiran ikut memikul dampak buruk akibat gaya hidup orang modern, ketika menu junk food sudah merambah desa. Ikan asin menu orang papa, misalnya, mengandung zat pencetus kanker nitrosamine. Ancaman kanker pun bukan cuma milik orang kecukupan saja.

Saus tomat murah yang dibuat dari ubi, cuka, dan pewarna buatan benbahaya (pewarna tekstil rhodamin), sama mengancam kesehatan, selain pengawet formalin dalam tahu, jamur racun dalam tempe bongkrek, atau aflatoxin dalam kacang, padi-padian yang sudah busuk berjamur, zat berbahaya dalam kecap murah, serta gula bibit dalam sirop, timun, dan penyedap dalam bumbu masak.

Belum lagi jamu nakal yang dicampur obat dokter. Itu semua menambah kotor sel-sel tubuh, merusak dan membuatnya tak sehat lagi.

Sel-sel tubuh yang tak sehat akan menampilkan tubuh yang tak bugar, rentan sakit, lekas tua, dan mungkin mati prematur. Seperti itu gambaran sel-sel tubuh orang yang sudah dibasahi aneka pencemaran yang tak terelakkan di lingkungan, dan celakanya orang keliru menyikapinya.

Menu restoran yang boros lemak, garam, dan tidak semua dipetik dari bahan yang menyehatkan, banyak andilnya dalam menimbulkan penyakit orang perkotaan. Bukan saja sel-sel tubuh yang menjadi kotor, tapi sampah makanan itu juga menyisa menjadi karat lemak di pembuluh darah, ginjal, gajih di bawah kulit, dan dalam darah.

Itu semua berpotensi menjadi bom waktu untuk sekian risiko dan ancaman, seperti serangan jantung, stroke, kanker, batu empedu, encok, kebutaan, dan akibat lain.

Tengoklah betapa sehat dan panjang umurnya orang Eskimo yang banyak makan ikan, dan sedikit mengonsumsi garam. Amati pula para nelayan di Teluk Okinawa, Jepang, atau suku Hunza di Pakistan.

Mereka berumur lebih panjang dari orang Amerika, atau semua orang yang memilih pola dan gaya makan orang kota. Mereka memilih jenis makanan bukan olahan, yang berasal dari alam, seperti umbi-umbian, sereal, ikan, kacang-kacangan, bebuahan dan sesayuran segar.

Salah Menu

Pola dan gaya makan orang kota, dan rata-rata orang modern, selain berlebihan, keliru pula pilihan menunya. Itu maka kasus dagu berlipat (double chin) menjadi dominasi hanya milik orang kota. Kegemukan tetapi kurang gizi kini menjadi fenomena penyakit modern, orang yang pilihan menunya hanya mempertimbangkan cita rasa belaka, tetapi tak sehat di tubuh.

Roti gandum memang tidak lebih lezat dari roti putih, meski menyehatkan. Semua menu echo dan gurih tentu boros lemak, tetapi menyimpan petaka pada jantung, otak, ginjal, dan semua penyakit yang mengendurkan hari tua.

Sesungguhnya cukup banyak penyakit yang tidak perlu terjadi bisa kita cegah. Ongkos untuk mencegahnya tak semahal koreksi yang harus ditanggung kalau kita tahu bahaya makan enak dan berlebih. Kalau saja kita tahu betapa tak sehatnya makan kelewat asin sebab tubuh memikul beban membuang natrium tiga kali lipat lebih banyak dari yang tubuh butuhkan, Kalau saja tahu betapa tak sehatnya penganan gorengan pinggir jalan, yang minyaknya dipakai berulang kali.

Buah impor yang sudah disimpan lama, dilapisi pengawet, mungkin sudah banyak kehilangan zat gizi. Kalau saja tahu semua itu, banyak halangan dan rongrongan pada tubuh bisa kita gagalkan.

Mengapa tak memilih belimbing, jambu, pepaya di pekarangan, yang langsung dipetik dan dikonsumsi segar. Mengapa tak memilih ikan pepes, ikan tim, yang jauh lebih menyehatkan karena rendah lemak jenuh tetapi kaya lemak tak jenuh dan omega-3, ketimbang steak yang kaya lemak jenuh, penuh bumbu, dan miskin gizi, kecuali protein belaka.

Mengapa tidak memilih sayur segar dan lalap mentah daripada tumis kangkung yang boros minyak. Arifnya setelah berumur kepala empat sesedikit mungkin mengonsumsi minyak, lemak, jeroan, dan sebanyak mungkin menelan ikan (laut), buah, sayur, sereal, dan kacang-kacangan.

Adagiumnya, rakuslah makan ikan kayak nelayan Okinawa, dan doyan kacang kayak lelaki Italia.

PILIH YANG SEGAR ALAMI

Kegiatan berpuasa kiranya bisa dijadikan momentum untuk merenungkan sekaligus menempuh percobaan bagi tubuh sendiri untuk membasuh bukan saja rohani, tapi juga seluruh sel tubuh yang mungkin sudah kotor tercemari menu yang salah kita pilih.

Biarkan selama berpuasa sel-sel jeda sejenak dari cemaran tak sehat yang dibawa menu harian itu.

Selama berpuasa, pilihlah hanya menu alami, dengan porsi makan (nasi, roti, mi) lebih sedikit, dan lauk serba alami yang lebih banyak. Sambal tak perlu saus tomat, kalau dapat membuat sambal tomat segar tanpa pengawet, tanpa pewarna buatan. Zat warna kunyit atau daun suji lebih menyehatkan daripada warna-warni indah pada penganan orang kota.

Tempe lebih menyehatkan ketimbang roti atau tahu berformalin. Kecap murah tak lebih aman dari kecap dengan harga wajar mengingat pemanis dan zat pengental, penyedap, serta pewarna buatannya.

Merenungkan apa saja yang selama ini kita konsumsi ketika berpuasa, agaknya saat yang tepat. Ini menjadi awal untuk membangun pilihan menu yang aman dan menyehatkan. Termasuk membentuk pola makan yang tidak rakus, dengan menyetel ulang seberapa kecil seharusnya porsi piring makan kita.

Bagi yang kegemukan, berpuasa menjadi saat terbaik untuk melakukan program penurunan berat badan. Selain memilih menu yang tidak menggemukkan (tidak tinggi kalori), porsi makan harian ditata sesual kebutuhan. Kalau bisa memilih jadi vegetarian tidak total (masih makan telur), tentu lebih banyak manfaat. Bisa lebih kurus, tapi tak kurang gizi.

Para vegan di AS berhasil menurunkan 7 kg berat badan dalam 14 minggu dengan diet lebih banyak sayur tanpa daging (Dr. Neal D. Barnard, George Washington University). Kegiatan berpuasa dengan diet vegan mestinya memberi hasil yang tidak berbeda, kalau pola dan gaya makan serta pilihan dietnya dijadikan kebiasaan yang seterusnya dipertahankan berkelanjutan. Sudah berhasil dengan porsi yang dikurangi, pilihan menunya lebih menyehatkan pula.

Sekali lagi, umur dan kondisi kesehatan kita ditentukan o!eh apa yang kita makan, dan seberapa banyak. Tidak berlebihan jika kegiatan berpuasa dijadikan momentum yang tepat untuk memulai kembali bagaimana kita yang selama ini mungkin rakus dan keliru memilih menu, bisa lebih arif dalam makan seperti yang disikapi oleh Pak Jom.

Selamat beribadah puasa. Salam.

Kompas Cyber Media - Dr. Handrawan Nadesul, Dokter Umum

0 komentar:

Posting Komentar

 

Featured