Jakarta, detikHealth - Tren penggunaan cairan pembersih tangan (hand sanitizer) makin meluas. Banyak orang yang membawa cairan pembersih tangan di tasnya karena lebih praktis. Mana yang lebih bersih cuci tangan dengan sabun dan air atau menggunakan cairan pembersih?
Aneka merek cairan pembersih sangat mudah ditemui di supermarket dengan variasi kandungan alkohol di dalamnya. Namun menurut pusat pengendalian dan pencegah penyakit AS (CDC) proporsi yang paling bagus dalam memilih cairan pembersih tangan adalah kandungan alkohol sebesar 60 sampai 95 persen. Karena menurut CDC jumlah tersebut menunjukkan efektivitas relatif dari pembersih tangan.
"Kami melihat beberapa penurunan aktivitas penyakit influenza. Kebersihan tangan sangat perlu karena sekitar 80 persen dari semua infeksi bisa menyebar melalui tangan," ujar Dr Anne Schuchat, direktur National Center for Immunization and Respiratory Diseases, seperti dikutip dari CNN, Senin (30/11/2009).
Andrew Pekosz, seorang asisten profesor mikrobiologi dan imunologi di Johns Hopkins University Bloomberg School of Public Health mengungkapkan bahwa bahan aktif seperti alkohol yang terdapat dalam cairan pembersih tangan bisa mengganggu lapisan partikel virus dan bakteri. Dengan rusaknya bagian luar tersebut, virus akan menjadi nonaktif.
Cairan pembersih tangan akan bekerja pada daerah yang terkena kontak, dalam arti jika ada satu bagian dari tangan yang tidak tersentuh cairan pembersih, maka masih ada kemungkinan virus atau bakteri di tempat tersebut. Untuk itu, sebaiknya gunakan cairan pembersih di seluruh bagian tangan dan biarkan hingga kering.
"Saat di letakkan di tangan maka cairan pembersih tersebut akan bekerja untuk melawan virus dan bakteri, tapi tidak akan bisa melindungi lagi jika seseorang menyentuh sesuatu setelah menggunakan pembersih," ujar Pekosz.
Penggunaan cairan pembersih tangan 3-5 kali dalam sehari masih terbilang bagus, tapi jika seseorang bersin atau batuk maka penggunaannya harus lebih sering. Sebaiknya digunakan setiap kali akan masuk ruangan baru atau sebelum dan sesudah meletakkan barang.
Meski begitu CDC menilai cuci tangan masih lebih baik ketimbang hanya menggunakan cairan pembersih tangan. Penggunaan cairan pembersih tangan hanya dianjurkan jika sulit menemukan tempat cuci tangan.
CDC merekomendasikan cuci tangan selama 15 sampai 20 detik masih tetap lebih baik dibanding menggunakan cairan pembersih tangan. Karena cuci tangan bisa menghilangkan partikel virus bukan hanya menonaktifkan saja.
Selain itu, secara umum cairan pembersih tangan hanya berinteraksi dengan virus dan bakteri. Sehingga kemungkinannya sangat kecil untuk bisa melawan perkembangan dari bakteri atau virus itu sendiri.(ver/ir)
Vera Farah Bararah - detikHealth
Baca Selengkapnya..
Senin, 30 November 2009
Jumat, 27 November 2009
Kenapa Makan Kambing Bikin Tensi Naik?
Jakarta, detikHealth - Makan kambing saat hari raya kurban sudah jadi tradisi. Tapi jangan sampai kebanyakan makan kambing atau daging karena tekanan darah bisa naik tinggi. Kenapa makan kambing cepat bikin tensi naik?
Daging kambing yang dikonsumsi memang bisa menyebabkan tekanan darah seseorang menjadi tinggi, apalagi jika orang tersebut sudah memiliki riwayat hipertensi (tekanan darah tinggi). Naiknya tekanan darah ini disebabkan oleh energi yang dihasilkan dari daging kambing yang dikonsumsi tersebut sangat tinggi.
"Dalam 100 gram daging kambing yang dibuat sate bisa menghasilkan energi sebanyak 150 kalori. Kalori yang masuk ini akan diubah menjadi lemak tubuh," ujar Dr dr Saptawati Bardosono, MSc, saat dihubungi detikHealth, Jumat (27/11/2009).
Dokter yang akrab disapa Tati ini menjelaskan jika 100 gram daging kambing dijadikan gulai maka akan menghasilkan kalori sebesar 125 kalori. Sedangkan jika diolah menjadi sop kambing jumlah kalorinya hanya sebesar 35 kalori karena ketika dibikin sop ada tambahan air dan sayuran yang bisa mengurangi kekentalan lemaknya. Sedangkan jika dibikin gulai, kalorinya bertambah karena kuahnya yang bersantan kental.
Sedangkan cara yang paling aman untuk mengkonsumsi daging kambing adalah dengan mengonsumsinya bersama sayuran seperti tomat, wortel atau kentang untuk mengurangi jumlah kalori yang masuk ke dalam tubuh.
"Jadi kalau makan sate kambing, acarnya juga dimakan jangan hanya dijadikan hiasan saja. Sedangkan bagi penderita hipertensi lebih baik tidak makan sama sekali, karena daging kambing itu sangat gurih jadi pasti susah untuk membatasinya," ujar dokter Tati.
Hal yang menyebabkan daging kambing menjadi sangat gurih adalah lemak yang terdapat dalam daging tersebut. Karena jika dilihat melalui mikroskop, daging kambing itu sendiri sebenarnya dilapisi oleh lemak. Ini karena kambing merupakan salah satu binatang yang jarang gerak sehingga dagingnya banyak mengandung lemak.
Selain menyertakan sayuran dalam mengonsumsinya, sebaiknya masyarakat tidak makan lemak yang berwarna putih dari daging kambing itu serta kurangi kue kering yang manis dan sirup-sirup yang bisa menambah jumlah kalori dalam tubuh.
"Untuk membakar 150 kalori yang berasal dari 100 gram daging kambing saja, seseorang harus berlari lebih dari satu jam," ungkap staf departemen ilmu gizi dan juga dosen di FKUI ini.
Untuk itu bagi penderita darah tinggi sebaiknya mengonsumsi daging putih saja seperti ikan atau ayam, karena mengandung lemak yang sedikit. Bagi pecinta daging kambing jangan lupa untuk mengonsumsi sayuran dan berolahraga setelah makan untuk mengurangi jumlah kalori dan lemak yang masuk ke dalam tubuh.
(ver/ir) Vera Farah Bararah - detikHealth
Baca Selengkapnya..
Daging kambing yang dikonsumsi memang bisa menyebabkan tekanan darah seseorang menjadi tinggi, apalagi jika orang tersebut sudah memiliki riwayat hipertensi (tekanan darah tinggi). Naiknya tekanan darah ini disebabkan oleh energi yang dihasilkan dari daging kambing yang dikonsumsi tersebut sangat tinggi.
"Dalam 100 gram daging kambing yang dibuat sate bisa menghasilkan energi sebanyak 150 kalori. Kalori yang masuk ini akan diubah menjadi lemak tubuh," ujar Dr dr Saptawati Bardosono, MSc, saat dihubungi detikHealth, Jumat (27/11/2009).
Dokter yang akrab disapa Tati ini menjelaskan jika 100 gram daging kambing dijadikan gulai maka akan menghasilkan kalori sebesar 125 kalori. Sedangkan jika diolah menjadi sop kambing jumlah kalorinya hanya sebesar 35 kalori karena ketika dibikin sop ada tambahan air dan sayuran yang bisa mengurangi kekentalan lemaknya. Sedangkan jika dibikin gulai, kalorinya bertambah karena kuahnya yang bersantan kental.
Sedangkan cara yang paling aman untuk mengkonsumsi daging kambing adalah dengan mengonsumsinya bersama sayuran seperti tomat, wortel atau kentang untuk mengurangi jumlah kalori yang masuk ke dalam tubuh.
"Jadi kalau makan sate kambing, acarnya juga dimakan jangan hanya dijadikan hiasan saja. Sedangkan bagi penderita hipertensi lebih baik tidak makan sama sekali, karena daging kambing itu sangat gurih jadi pasti susah untuk membatasinya," ujar dokter Tati.
Hal yang menyebabkan daging kambing menjadi sangat gurih adalah lemak yang terdapat dalam daging tersebut. Karena jika dilihat melalui mikroskop, daging kambing itu sendiri sebenarnya dilapisi oleh lemak. Ini karena kambing merupakan salah satu binatang yang jarang gerak sehingga dagingnya banyak mengandung lemak.
Selain menyertakan sayuran dalam mengonsumsinya, sebaiknya masyarakat tidak makan lemak yang berwarna putih dari daging kambing itu serta kurangi kue kering yang manis dan sirup-sirup yang bisa menambah jumlah kalori dalam tubuh.
"Untuk membakar 150 kalori yang berasal dari 100 gram daging kambing saja, seseorang harus berlari lebih dari satu jam," ungkap staf departemen ilmu gizi dan juga dosen di FKUI ini.
Untuk itu bagi penderita darah tinggi sebaiknya mengonsumsi daging putih saja seperti ikan atau ayam, karena mengandung lemak yang sedikit. Bagi pecinta daging kambing jangan lupa untuk mengonsumsi sayuran dan berolahraga setelah makan untuk mengurangi jumlah kalori dan lemak yang masuk ke dalam tubuh.
(ver/ir) Vera Farah Bararah - detikHealth
Baca Selengkapnya..
Kamis, 26 November 2009
Masih Perlukah Mengonsumsi Suplemen?
Jakarta, detikHealth - Berbagai macam suplemen seperti vitamin C, vitamin E maupun yang mengandung mineral lain marak dijual. Seberapa penting konsumsi suplemen bagi tubuh yang diklaim bisa mempertahankan stamina tubuh?
Beberapa penelitian memang menunjukkan bahwa vitamin, mineral, asam lemak esensial dan bioflavonoid bisa melindungi tubuh dari penyakit degeneratif (diabetes, penyakit jantung, kanker, arthritis, gangguan imunitas hingga penyakit Alzheimer) serta penyakit karena gangguan perkembangan (berat lahir rendah, gangguan saraf dan perkembangan mata).
Namun menurut para ahli vitamin dan mineral yang terkandung di dalamnya tidak akan memberikan manfaat apapun jika seseorang sudah memiliki pola hidup seimbang dan mengonsumsi makanan yang sehat.
Sejak pertama kali suplemen ini ditemukan pada awal abad 20, ahli gizi telah mengungkapkan bahwa seseorang tidak perlu mengonsumsi suplemen jika memiliki pola makan seimbang.
Dalam hal ini pola makan mengandung karbohidrat yang diproses, buah dan sayuran segar, susu dan produk susu, daging, ikan dan telur, kacang-kacangan, lemak tunggal tak jenuh dan minyak. Jika banyak mengonsumsi makanan ini mungkin seseorang tidak butuh suplemen.
Namun ada beberapa kelompok orang yang tidak bisa mengonsumsi makanan secara seimbang sehingga membutuhkan tambahan suplemen, yaitu seperti dikutip dari Health24, Kamis (26/11/2009):
1. Orang dengan diet tertentu. Orang yang hanya mengonsumsi makanan tertentu saja seperti hanya makan sayuran dan buah tentu akan kekurangan zat besi, zink dan vitamin B12.
2. Memiliki masalah dengan pola makan. Orang dengan pola makan tidak normal seperti anoreksia atau bulimia tentu membutuhkan zat gizi tambahan agar bisa bertahan hidup.
3. Alergi makanan tertentu. Jika orang sensitif atau alergi terhadap suatu jenis makanan maka harus menghindari makanan tersebut. Seperti orang yang alergi susu, cenderung akan kekurangan kalsium dan vitamin B yang harus diseimbangkan dengan suplemen.
4. Mengonsumsi obat penyakit kronis. Orang yang menderita suatu penyakit kronis dan harus teratur mengonsumsi obat, biasanya akan terganggu asupan zat gizi mikronya.
5. Gangguan pencernaan. Orang yang terhambat pencernaannya sehingga mengganggu penyerapan makanan dapat mengalami kekurangan suatu zat dalam tubuhnya. Ini bisa dibantu dengan tambahan suplemen dari luar.
6. Kelompok dengan kebutuhan gizi khusus. Anak-anak, ibu hamil dan menyusui serta orangtua biasanya memiliki pola konsumsi makanan yang tidak seimbang, seperti akibat ingin menurunkan berat badan atau yang lainnya.
Tapi jika Anda merasa sudah memiliki pola makan yang seimbang, maka suplemen tidak terlalu dibutuhkan. Namun, jika salah satu zat gizi tidak terpenuhi, mungkin sudah saatnya Anda mengonsumsi salah satu suplemen untuk melengkapinya. Pilihlah suplemen dengan kadar yang sesuai kebutuhan dan jangan yang memiliki kadar terlalu tinggi.
(ver/ir) Vera Farah Bararah - detikHealth
Baca Selengkapnya..
Beberapa penelitian memang menunjukkan bahwa vitamin, mineral, asam lemak esensial dan bioflavonoid bisa melindungi tubuh dari penyakit degeneratif (diabetes, penyakit jantung, kanker, arthritis, gangguan imunitas hingga penyakit Alzheimer) serta penyakit karena gangguan perkembangan (berat lahir rendah, gangguan saraf dan perkembangan mata).
Namun menurut para ahli vitamin dan mineral yang terkandung di dalamnya tidak akan memberikan manfaat apapun jika seseorang sudah memiliki pola hidup seimbang dan mengonsumsi makanan yang sehat.
Sejak pertama kali suplemen ini ditemukan pada awal abad 20, ahli gizi telah mengungkapkan bahwa seseorang tidak perlu mengonsumsi suplemen jika memiliki pola makan seimbang.
Dalam hal ini pola makan mengandung karbohidrat yang diproses, buah dan sayuran segar, susu dan produk susu, daging, ikan dan telur, kacang-kacangan, lemak tunggal tak jenuh dan minyak. Jika banyak mengonsumsi makanan ini mungkin seseorang tidak butuh suplemen.
Namun ada beberapa kelompok orang yang tidak bisa mengonsumsi makanan secara seimbang sehingga membutuhkan tambahan suplemen, yaitu seperti dikutip dari Health24, Kamis (26/11/2009):
1. Orang dengan diet tertentu. Orang yang hanya mengonsumsi makanan tertentu saja seperti hanya makan sayuran dan buah tentu akan kekurangan zat besi, zink dan vitamin B12.
2. Memiliki masalah dengan pola makan. Orang dengan pola makan tidak normal seperti anoreksia atau bulimia tentu membutuhkan zat gizi tambahan agar bisa bertahan hidup.
3. Alergi makanan tertentu. Jika orang sensitif atau alergi terhadap suatu jenis makanan maka harus menghindari makanan tersebut. Seperti orang yang alergi susu, cenderung akan kekurangan kalsium dan vitamin B yang harus diseimbangkan dengan suplemen.
4. Mengonsumsi obat penyakit kronis. Orang yang menderita suatu penyakit kronis dan harus teratur mengonsumsi obat, biasanya akan terganggu asupan zat gizi mikronya.
5. Gangguan pencernaan. Orang yang terhambat pencernaannya sehingga mengganggu penyerapan makanan dapat mengalami kekurangan suatu zat dalam tubuhnya. Ini bisa dibantu dengan tambahan suplemen dari luar.
6. Kelompok dengan kebutuhan gizi khusus. Anak-anak, ibu hamil dan menyusui serta orangtua biasanya memiliki pola konsumsi makanan yang tidak seimbang, seperti akibat ingin menurunkan berat badan atau yang lainnya.
Tapi jika Anda merasa sudah memiliki pola makan yang seimbang, maka suplemen tidak terlalu dibutuhkan. Namun, jika salah satu zat gizi tidak terpenuhi, mungkin sudah saatnya Anda mengonsumsi salah satu suplemen untuk melengkapinya. Pilihlah suplemen dengan kadar yang sesuai kebutuhan dan jangan yang memiliki kadar terlalu tinggi.
(ver/ir) Vera Farah Bararah - detikHealth
Baca Selengkapnya..
Rabu, 25 November 2009
Menghirup Asap Kendaraan Picu Penyakit Mental
London, detikHealth - Tingkat polusi yang tinggi saat ini perlu diwaspadai. Tak hanya memicu penyakit fisik, tapi polusi yang berasal dari asap kendaraan juga bisa memicu penyakit mental, yaitu sifat agresif dan gelisah. Tak heran jika banyak orang stres saat ini, mungkin karena terlalu banyak menghirup asap kendaraan.
Peneliti dari Cairo University menemukan perilaku agresif dan gelisah tersebut pada tikus percobaan yang diberi paparan asap beracun dari bensin. Tikus-tikus yang mengirup asap tersebut berubah menjadi sangat agresif, saling mencakar dan bertarung satu sama lain.
Asap mobil ditengarai sebagai asap yang paling berbahaya dan menimbulkan penyakit kronis pada manusia. Kandungan berbagai jenis bahan kimia dalam asap dapat merusak sel-sel otak dan memicu berbagai penyakit, terutama penyakit kanker.
"Tiap harinya, jutaan orang terkena dan menghirup asap hasil pembakaran bensin (gasolin). Mulai dari saat mengisi bensin hingga terkena asap kendaraan di jalanan," ujar Amal Kinawy, seorang peneliti seperti dikutip dari Telegraph, Rabu (25/11/2009).
Dalam studinya, peneliti mencobakan tiga jenis asap pada tikus percobaan, yaitu asap yang berasal dari bensin, bukan bensin dan asap bersih (tidak mengandung apa-apa). Hasilnya, tikus yang menghirup asap berbahan kimia dari bensin cenderung bersikap menyerang dan agresif dibanding tikus yang menghirup asap bersih.
Setelah dianalisis, otak tikus yang menghirup bahan kimia dari bensin ternyata mengalami kerusakan sel. Beberapa studi sebelumnya mengaitkan antara asap kendaraan dengan risiko keguguran, penyakit pikun, dan alergi.
Sementara itu, di Inggris asap kendaraan yang beracun sudah dilarang sejak tahun 2000 karena ketakutan akan efeknya yang buruk bagi kesehatan, terutama anak-anak. Studi ini dimuat dalam Journal BMC Physiology dan sebagai bahan peringatan agar sebisa mungkin menghindari asap kendaraan yang banyak ditemui setiap hari.
(fah/ir) Nurul Ulfah - detikHealth
Baca Selengkapnya..
Peneliti dari Cairo University menemukan perilaku agresif dan gelisah tersebut pada tikus percobaan yang diberi paparan asap beracun dari bensin. Tikus-tikus yang mengirup asap tersebut berubah menjadi sangat agresif, saling mencakar dan bertarung satu sama lain.
Asap mobil ditengarai sebagai asap yang paling berbahaya dan menimbulkan penyakit kronis pada manusia. Kandungan berbagai jenis bahan kimia dalam asap dapat merusak sel-sel otak dan memicu berbagai penyakit, terutama penyakit kanker.
"Tiap harinya, jutaan orang terkena dan menghirup asap hasil pembakaran bensin (gasolin). Mulai dari saat mengisi bensin hingga terkena asap kendaraan di jalanan," ujar Amal Kinawy, seorang peneliti seperti dikutip dari Telegraph, Rabu (25/11/2009).
Dalam studinya, peneliti mencobakan tiga jenis asap pada tikus percobaan, yaitu asap yang berasal dari bensin, bukan bensin dan asap bersih (tidak mengandung apa-apa). Hasilnya, tikus yang menghirup asap berbahan kimia dari bensin cenderung bersikap menyerang dan agresif dibanding tikus yang menghirup asap bersih.
Setelah dianalisis, otak tikus yang menghirup bahan kimia dari bensin ternyata mengalami kerusakan sel. Beberapa studi sebelumnya mengaitkan antara asap kendaraan dengan risiko keguguran, penyakit pikun, dan alergi.
Sementara itu, di Inggris asap kendaraan yang beracun sudah dilarang sejak tahun 2000 karena ketakutan akan efeknya yang buruk bagi kesehatan, terutama anak-anak. Studi ini dimuat dalam Journal BMC Physiology dan sebagai bahan peringatan agar sebisa mungkin menghindari asap kendaraan yang banyak ditemui setiap hari.
(fah/ir) Nurul Ulfah - detikHealth
Baca Selengkapnya..
Langganan:
Postingan (Atom)